Kamis, 03 Juli 2014

di batas harapan

Tuhanku
dengan wajah seperti ini
pantaskah mendapat yang tampan?

Tuhanku
dengan ilmu ku yang sedangkal ini
panntaskah mendapat yang soleh?

Tuhanku
dengan hartaku yang tidak seberapa ini
pantaskah mendapat yang cukup?

Tuhanku
Tak ada di dunia ini yang mampu ku bangga kan dari apa yang ada pada diriku
untuk mendapat sedikit perhatian Mu
demi menjawab doa-doa ku

Tuhanku
hamba memang bukan setabah khadijah untuk pantas mendapat suami semulia Rasulullah
hamba sadari hamba tak pula semulia fatimah untuk pantas mendapat suami seperti Ali
hamba hanya hamba Mu yang kecil dan hina ini
dengan sabar dalam penantian, pantaskan lah untuk hamba
seseorang yang baik menrut Engkau ya Rabb
teguhkan hati hamba dalam penantian ini
untuk menyambut dia yang Engkau janjikan

Rabb
jika hamba tidak belum pantas mendapatkan nya sekarang
berilah hamba petunjuk Mu untuk menyegerakannya
jangan biarkan hati hamba jatuh pada lubang zina semakin dalam
jangan biarkan hamba terperosok pada tipu daya syaitan

Allah.........
ketika asa tinggal harap berujung
teguhkan hamba pada ketetapanMu
aamiin

Selasa, 01 April 2014

Coretan Menjelang Magrib

setiap kita punya pandangan berbeda mengenai hidup, karena begitu lah
kita dan hidup kita tak sama dengan mereka dengan hidup mereka
ketika kita mengeluh berat nya perjalanan hidup
jangan jatuh kan badanmu
berhentilah sejenak
pandangi mereka yang ada di depan, belakang dan kanan kirimu
muluskan perjalanan mereka?
terkadang kita terpenjara dengan pola pikir "betapa enak nya jadi dia, dan begitu sengsaranya hidupku"
hanya dengan melihat senyum di wajah-wajah mereka,
pernah kau lihat wajah di balik senyum nya? kalaupun kau tak pernah mendapatkan nya, ambillah satu pelajaran penting buatmu, "dia mampu menjalani hidupnya dengan senyum, kenapa aq tidak?"

tak dinyana, jalan yang kita lalui itu satu tujuan, "kembali pulang pada-Nya"
jalan yang kita tempuh juga sama jalurnya, hanya sebahagian dari kita menggunakan "cara" berbeda menuju kesana, dengan alat (pemikiran) yang berbeda pula, itu manusiawi, sebab Tuhan berikan kita akal untuk berfikir, namun tak jarang salah satu diantara kita masuk jurang di perjalanan,

banyak diantara kita hanya melewatkan si kawan yang masuk jurang tadi, sekedar menatap kasihan atau menoleh, beberapa diantara kita ada yang rela membantu dengan penuh resiko, selebihnya kembali melanjutkan perjalanan dengan alasan "perjalanan masih panjang untuk di lanjutkan, mungkin itu sudah jadi takdirnya"

hidup ini terlalu berat di jalani dengan mengeluh, tapi aq rasa keluhan ada baiknya di utarakan melalui curhat pada-Nya, merengek dan mohon di beri kekuatan, menangis seperti anak kecil, kemudian menyerahkan segala sesuatu atas kehendak-Nya juga tak berarti diirimu lemah, dengan syarat segala ikhtiar harus sudah di tunaikan

ah
hidup ini memang unik kawan
jalani saja lah menurut caramu  :)

24/01/2014

GURU ADALAH JURU KUNCI PENDIDIKAN



Komponen utama pendidikan adalah guru, siswa, dan kurikulum. Kalau boleh diibaratkan pendidikan itu seperti “mobil ajaib” kurikulum  adalah mesin canggihnya, guru sopir terlatih dan professional serta siswa adalah penumpangnya, demi kenyamanan perjalanan (proses belajar mengajar-pen) guru dan siswa boleh menyulap ruangan senyaman mungkin, sehingga belajar menjadi menyenangkan dan betah di dalam, sehingga proses belajar mengajar menjadi hidup.

Sebagai supir yang terlatih, agar perjalanan lancar, guru wajib menguasai permesinan (seluk beluk kurikulum) sehingga jika ada kendala, dengan kreatifitas nya guru mampu memperbaiki atau menambal atau menambahi sesuai kebutuhan kelas dan siswa.

Sebab itu kunci dan kemajuan pendidikan adalah GURU bukan kurikulum, guru adalah juru kunci pendidikan, semakin baik kualitas guru, semakin baik pula kualitas pendidikan kita. Nah, jika ada pertanyaan kenapa pendidikan disuatu daerah rendah, yang pertama yang harus di Tanya balik adalah “bagaimana kualitas gurunya??”
Memang guru bukan satu-satunya factor rendahnya mutu pendidikan, tetapi dia adalah factor utama yang harus diperbaiki untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kenapa begitu? Sebab siswa menyerap 80% ilmu dari guru, terutama di daerah hampir 90%. Sebab siswa daerah minim fasilitas, dari buku sampai sumber referensi. Jadi otomatis guru menjadi sumber utama dalam belajar disamping buku yang disediakan pemerintah (terkadang bukunya pun tidak memadai untuk semua siswa)

Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu guru, sekarang ada sertifikasi, keprofesionalan guru dalam mengajar dituntut untuk “lebih” dengan imbalan fungsional yang cukup mampu meningkatkan kesejahteraan guru, tak heran banyak guru yang berharap bahkan mengejar sertifikasi ini, sedihnya mereka bukan mengejar untuk meningkatkan mutu, tapi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka (miris….) selain itu masih ada penataran-penataran pendidikan dan seminar, bahkan pemerintah sudah lebih canggih lagi menyediakan blog bagi guru dalam program “Padamu Negeri” yang bisa memungkinkan guru berinteraksi dengan guru daerah se Indonesia untuk sharing masalah-masalah kependidikan, anehnya banyak guru yang tidak tau masalah ini, mereka hanya tau program itu hanya untuk pemutakhiran NUPTK saja, tidak lebih.

Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya, kunci sukses selanjutnya peningkatan mutu pendidikan itu adalah kurikulum. Banyak guru ngedumel (marah-pen) karena kurikulum bolak-ballik diganti, padahal kurikulum sebelumnya belum terlihat hasilnya. Menurut saya, sah-sah saja kalau kurikulum itu di revisi per lima tahun, sebab kalau diperhatikan tiap-tiap kurikulum di desain untuk model pendidikan yang relevan diberikan pada zaman yang terus berkembang. Tiap-tiap kurikulum memang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, sebab itu lah terus direvisi untuk pendidikan yang lebih baik. Yang menjadi masalahnya adalah guru tidak faham isi kurikulum itu, dia hanya mengajar dan mengajar, menunggu tanggal gajian dan ini dan itu. Untuk menutupi kesalahan mereka menuding kurikulum yang gak jelas dan sering berganti. padahal kalo boleh di survey mungkin lebih 70% guru tak faham kurikulum dan lebih dari separuhnya tak pernah membacanya sama sekali. Perangkat pembelajaran hanya sebagai pelengkap administrasi.

Jadi, bagaimana mungkin pemerintah bisa mempercayakan sepenuhnya arah haluan pendidikan yang di nakhodainya jika para guru tidak tau mau kemana di bawa nya anak-anak ini kelas (siswa-pen) mereka mengajar hanya sebatas buku, dan malah ada guru yang malas mbaca, kan makin kacau bukan?? Kalau guru gaptek bisa di ajarin sedikit-sedikit, kalau guru minim wawasan itu sangat menyedihkan.

Hanya sedikit guru yang berani atau tahu metode-metode mengajar dikelas sesuai dengan materi ajar yang di bahasnya kemudian ber improvisasi dengan itu, selebihnya hanya sekedar mengajar, tak heran daya kreativitas siswa kita juga rendah.

Untuk peningkatan mutu guru ini, peran sekolah tinggi juga sangat besar pengaruhnya dalam melahirkan para calon guru yang akan turun kelapangan mengabdikan ilmunya ke masyarakat. Sebab perguruan tinggi (FKIP/STIKIP) merupakan produsen terbesar dalam menciptakan guru-guru berkualitas yag akan diterjunkan dalam menghadapi siswa di kelas. Malah saya pernah berfikir untuk menyarankan supaya  mahasiswa yang akan masuk di STIKIP diseleksi lebih ketat seperti seleksi masuk akademi, untuk mengetahui seberapa besar minatnya menjadi guru, sebab banyak guru karbitan yang dulunya masuk keguruan semata karena ikut-ikutan teman/saran orang tua  atau alasan lainnya yang memang bukan minatnya sama sekali kemudian mengajar dikelas. Guru-guru seperti ini lah yang dapat merusak “system”. Datang hanya sekedar mengajar, emosi tak terkontrol sehingga memberi hukuman ekstrim pada siswa dan perbuatan-perbuatan yang dapat mencoreng nama baik guru. Jika hal itu dilakukan maka perguruan tinggi memang benar-benar menelurkan guru-guru yang berkualitas, mencintai profesinya dan menaruh harapan besar untuk kemajuan pendidikan, berinovasi pada pendidikan, melahirkan ide-ide baru yang mampu mengembangkan  kreativitas siswa, mengajar dengan hati dan tidak hanya mengajar tapi juga mendidik. Untuk itu perlu formula khusus bagi perguruan tinggi (FKIP/STIKIP) agar harapan-harapan itu terwujud.

Memang tak bisa dinyana, kalau masalah-masalah pendidikan banyak timbul jika kita di lapangan langsung, tidak mengamati dari jauh, minimnya fasilitas dan kurangnya kreatifitas guru menanggulangi kekurangan itu menimbulkan “gerutuan” dan “omelan” cenderung menyalahkan “pemerintah” dan “kurikulum” bukan nya mencari akal agar kekurangan itu terpenuhi sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Semua orang mempunyai kemampuan lebih daripada yang difikirkan nya, sebab itu ada pepatah yang mengatakan “Engkau adalah apa yang kau fikirkan” dan otak manusia itu adalah “Raksasa Tidur” kita lah yang bertindak mau membangunkan “Raksasa” itu atau terus menina bobok kannya.
Para guru, mari sama-sama kita pecahkan masalah – masalah di kelas dengan diskusi, dan meningkatkan wawasan melalui buku dan teknologi, usia tidak menjadi kendala untuk terus meningkatkan diri, yang terpenting adalah KEMAUAN untuk berubah dan belajar. ;)