Selasa, 01 April 2014

GURU ADALAH JURU KUNCI PENDIDIKAN



Komponen utama pendidikan adalah guru, siswa, dan kurikulum. Kalau boleh diibaratkan pendidikan itu seperti “mobil ajaib” kurikulum  adalah mesin canggihnya, guru sopir terlatih dan professional serta siswa adalah penumpangnya, demi kenyamanan perjalanan (proses belajar mengajar-pen) guru dan siswa boleh menyulap ruangan senyaman mungkin, sehingga belajar menjadi menyenangkan dan betah di dalam, sehingga proses belajar mengajar menjadi hidup.

Sebagai supir yang terlatih, agar perjalanan lancar, guru wajib menguasai permesinan (seluk beluk kurikulum) sehingga jika ada kendala, dengan kreatifitas nya guru mampu memperbaiki atau menambal atau menambahi sesuai kebutuhan kelas dan siswa.

Sebab itu kunci dan kemajuan pendidikan adalah GURU bukan kurikulum, guru adalah juru kunci pendidikan, semakin baik kualitas guru, semakin baik pula kualitas pendidikan kita. Nah, jika ada pertanyaan kenapa pendidikan disuatu daerah rendah, yang pertama yang harus di Tanya balik adalah “bagaimana kualitas gurunya??”
Memang guru bukan satu-satunya factor rendahnya mutu pendidikan, tetapi dia adalah factor utama yang harus diperbaiki untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kenapa begitu? Sebab siswa menyerap 80% ilmu dari guru, terutama di daerah hampir 90%. Sebab siswa daerah minim fasilitas, dari buku sampai sumber referensi. Jadi otomatis guru menjadi sumber utama dalam belajar disamping buku yang disediakan pemerintah (terkadang bukunya pun tidak memadai untuk semua siswa)

Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu guru, sekarang ada sertifikasi, keprofesionalan guru dalam mengajar dituntut untuk “lebih” dengan imbalan fungsional yang cukup mampu meningkatkan kesejahteraan guru, tak heran banyak guru yang berharap bahkan mengejar sertifikasi ini, sedihnya mereka bukan mengejar untuk meningkatkan mutu, tapi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka (miris….) selain itu masih ada penataran-penataran pendidikan dan seminar, bahkan pemerintah sudah lebih canggih lagi menyediakan blog bagi guru dalam program “Padamu Negeri” yang bisa memungkinkan guru berinteraksi dengan guru daerah se Indonesia untuk sharing masalah-masalah kependidikan, anehnya banyak guru yang tidak tau masalah ini, mereka hanya tau program itu hanya untuk pemutakhiran NUPTK saja, tidak lebih.

Seperti yang sudah saya utarakan sebelumnya, kunci sukses selanjutnya peningkatan mutu pendidikan itu adalah kurikulum. Banyak guru ngedumel (marah-pen) karena kurikulum bolak-ballik diganti, padahal kurikulum sebelumnya belum terlihat hasilnya. Menurut saya, sah-sah saja kalau kurikulum itu di revisi per lima tahun, sebab kalau diperhatikan tiap-tiap kurikulum di desain untuk model pendidikan yang relevan diberikan pada zaman yang terus berkembang. Tiap-tiap kurikulum memang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, sebab itu lah terus direvisi untuk pendidikan yang lebih baik. Yang menjadi masalahnya adalah guru tidak faham isi kurikulum itu, dia hanya mengajar dan mengajar, menunggu tanggal gajian dan ini dan itu. Untuk menutupi kesalahan mereka menuding kurikulum yang gak jelas dan sering berganti. padahal kalo boleh di survey mungkin lebih 70% guru tak faham kurikulum dan lebih dari separuhnya tak pernah membacanya sama sekali. Perangkat pembelajaran hanya sebagai pelengkap administrasi.

Jadi, bagaimana mungkin pemerintah bisa mempercayakan sepenuhnya arah haluan pendidikan yang di nakhodainya jika para guru tidak tau mau kemana di bawa nya anak-anak ini kelas (siswa-pen) mereka mengajar hanya sebatas buku, dan malah ada guru yang malas mbaca, kan makin kacau bukan?? Kalau guru gaptek bisa di ajarin sedikit-sedikit, kalau guru minim wawasan itu sangat menyedihkan.

Hanya sedikit guru yang berani atau tahu metode-metode mengajar dikelas sesuai dengan materi ajar yang di bahasnya kemudian ber improvisasi dengan itu, selebihnya hanya sekedar mengajar, tak heran daya kreativitas siswa kita juga rendah.

Untuk peningkatan mutu guru ini, peran sekolah tinggi juga sangat besar pengaruhnya dalam melahirkan para calon guru yang akan turun kelapangan mengabdikan ilmunya ke masyarakat. Sebab perguruan tinggi (FKIP/STIKIP) merupakan produsen terbesar dalam menciptakan guru-guru berkualitas yag akan diterjunkan dalam menghadapi siswa di kelas. Malah saya pernah berfikir untuk menyarankan supaya  mahasiswa yang akan masuk di STIKIP diseleksi lebih ketat seperti seleksi masuk akademi, untuk mengetahui seberapa besar minatnya menjadi guru, sebab banyak guru karbitan yang dulunya masuk keguruan semata karena ikut-ikutan teman/saran orang tua  atau alasan lainnya yang memang bukan minatnya sama sekali kemudian mengajar dikelas. Guru-guru seperti ini lah yang dapat merusak “system”. Datang hanya sekedar mengajar, emosi tak terkontrol sehingga memberi hukuman ekstrim pada siswa dan perbuatan-perbuatan yang dapat mencoreng nama baik guru. Jika hal itu dilakukan maka perguruan tinggi memang benar-benar menelurkan guru-guru yang berkualitas, mencintai profesinya dan menaruh harapan besar untuk kemajuan pendidikan, berinovasi pada pendidikan, melahirkan ide-ide baru yang mampu mengembangkan  kreativitas siswa, mengajar dengan hati dan tidak hanya mengajar tapi juga mendidik. Untuk itu perlu formula khusus bagi perguruan tinggi (FKIP/STIKIP) agar harapan-harapan itu terwujud.

Memang tak bisa dinyana, kalau masalah-masalah pendidikan banyak timbul jika kita di lapangan langsung, tidak mengamati dari jauh, minimnya fasilitas dan kurangnya kreatifitas guru menanggulangi kekurangan itu menimbulkan “gerutuan” dan “omelan” cenderung menyalahkan “pemerintah” dan “kurikulum” bukan nya mencari akal agar kekurangan itu terpenuhi sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Semua orang mempunyai kemampuan lebih daripada yang difikirkan nya, sebab itu ada pepatah yang mengatakan “Engkau adalah apa yang kau fikirkan” dan otak manusia itu adalah “Raksasa Tidur” kita lah yang bertindak mau membangunkan “Raksasa” itu atau terus menina bobok kannya.
Para guru, mari sama-sama kita pecahkan masalah – masalah di kelas dengan diskusi, dan meningkatkan wawasan melalui buku dan teknologi, usia tidak menjadi kendala untuk terus meningkatkan diri, yang terpenting adalah KEMAUAN untuk berubah dan belajar. ;)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar