Komponen
utama pendidikan adalah guru, siswa, dan kurikulum. Kalau boleh diibaratkan
pendidikan itu seperti “mobil ajaib” kurikulum adalah mesin canggihnya, guru sopir terlatih
dan professional serta siswa adalah penumpangnya, demi kenyamanan perjalanan
(proses belajar mengajar-pen) guru dan siswa boleh menyulap ruangan senyaman
mungkin, sehingga belajar menjadi menyenangkan dan betah di dalam, sehingga
proses belajar mengajar menjadi hidup.
Sebagai
supir yang terlatih, agar perjalanan lancar, guru wajib menguasai permesinan
(seluk beluk kurikulum) sehingga jika ada kendala, dengan kreatifitas nya guru
mampu memperbaiki atau menambal atau menambahi sesuai kebutuhan kelas dan
siswa.
Sebab
itu kunci dan kemajuan pendidikan adalah GURU bukan kurikulum, guru adalah juru
kunci pendidikan, semakin baik kualitas guru, semakin baik pula kualitas
pendidikan kita. Nah, jika ada pertanyaan kenapa pendidikan disuatu daerah
rendah, yang pertama yang harus di Tanya balik adalah “bagaimana kualitas
gurunya??”
Memang
guru bukan satu-satunya factor rendahnya mutu pendidikan, tetapi dia adalah
factor utama yang harus diperbaiki untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kenapa
begitu? Sebab siswa menyerap 80% ilmu dari guru, terutama di daerah hampir 90%.
Sebab siswa daerah minim fasilitas, dari buku sampai sumber referensi. Jadi
otomatis guru menjadi sumber utama dalam belajar disamping buku yang disediakan
pemerintah (terkadang bukunya pun tidak memadai untuk semua siswa)
Banyak
hal yang sudah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu guru, sekarang ada
sertifikasi, keprofesionalan guru dalam mengajar dituntut untuk “lebih” dengan
imbalan fungsional yang cukup mampu meningkatkan kesejahteraan guru, tak heran
banyak guru yang berharap bahkan mengejar sertifikasi ini, sedihnya mereka
bukan mengejar untuk meningkatkan mutu, tapi untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka (miris….) selain itu masih ada penataran-penataran pendidikan dan
seminar, bahkan pemerintah sudah lebih canggih lagi menyediakan blog bagi guru
dalam program “Padamu Negeri” yang bisa memungkinkan guru berinteraksi dengan
guru daerah se Indonesia untuk sharing masalah-masalah kependidikan, anehnya
banyak guru yang tidak tau masalah ini, mereka hanya tau program itu hanya untuk
pemutakhiran NUPTK saja, tidak lebih.
Seperti
yang sudah saya utarakan sebelumnya, kunci sukses selanjutnya peningkatan mutu
pendidikan itu adalah kurikulum. Banyak guru ngedumel (marah-pen) karena
kurikulum bolak-ballik diganti, padahal kurikulum sebelumnya belum terlihat
hasilnya. Menurut saya, sah-sah saja kalau kurikulum itu di revisi per lima
tahun, sebab kalau diperhatikan tiap-tiap kurikulum di desain untuk model
pendidikan yang relevan diberikan pada zaman yang terus berkembang. Tiap-tiap
kurikulum memang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, sebab itu lah
terus direvisi untuk pendidikan yang lebih baik. Yang menjadi masalahnya adalah
guru tidak faham isi kurikulum itu, dia hanya mengajar dan mengajar, menunggu
tanggal gajian dan ini dan itu. Untuk menutupi kesalahan mereka menuding
kurikulum yang gak jelas dan sering berganti. padahal kalo boleh di survey
mungkin lebih 70% guru tak faham kurikulum dan lebih dari separuhnya tak pernah
membacanya sama sekali. Perangkat pembelajaran hanya sebagai pelengkap
administrasi.
Jadi,
bagaimana mungkin pemerintah bisa mempercayakan sepenuhnya arah haluan
pendidikan yang di nakhodainya jika para guru tidak tau mau kemana di bawa nya
anak-anak ini kelas (siswa-pen) mereka mengajar hanya sebatas buku, dan malah
ada guru yang malas mbaca, kan makin kacau bukan?? Kalau guru gaptek bisa di
ajarin sedikit-sedikit, kalau guru minim wawasan itu sangat menyedihkan.
Hanya
sedikit guru yang berani atau tahu metode-metode mengajar dikelas sesuai dengan
materi ajar yang di bahasnya kemudian ber improvisasi dengan itu, selebihnya
hanya sekedar mengajar, tak heran daya kreativitas siswa kita juga rendah.
Untuk
peningkatan mutu guru ini, peran sekolah tinggi juga sangat besar pengaruhnya
dalam melahirkan para calon guru yang akan turun kelapangan mengabdikan ilmunya
ke masyarakat. Sebab perguruan tinggi (FKIP/STIKIP) merupakan produsen terbesar
dalam menciptakan guru-guru berkualitas yag akan diterjunkan dalam menghadapi
siswa di kelas. Malah saya pernah berfikir untuk menyarankan supaya mahasiswa yang akan masuk di STIKIP diseleksi
lebih ketat seperti seleksi masuk akademi, untuk mengetahui seberapa besar
minatnya menjadi guru, sebab banyak guru karbitan yang dulunya masuk keguruan semata
karena ikut-ikutan teman/saran orang tua
atau alasan lainnya yang memang bukan minatnya sama sekali kemudian
mengajar dikelas. Guru-guru seperti ini lah yang dapat merusak “system”. Datang
hanya sekedar mengajar, emosi tak terkontrol sehingga memberi hukuman ekstrim
pada siswa dan perbuatan-perbuatan yang dapat mencoreng nama baik guru. Jika
hal itu dilakukan maka perguruan tinggi memang benar-benar menelurkan guru-guru
yang berkualitas, mencintai profesinya dan menaruh harapan besar untuk kemajuan
pendidikan, berinovasi pada pendidikan, melahirkan ide-ide baru yang mampu
mengembangkan kreativitas siswa,
mengajar dengan hati dan tidak hanya mengajar tapi juga mendidik. Untuk itu
perlu formula khusus bagi perguruan tinggi (FKIP/STIKIP) agar harapan-harapan
itu terwujud.
Memang
tak bisa dinyana, kalau masalah-masalah pendidikan banyak timbul jika kita di
lapangan langsung, tidak mengamati dari jauh, minimnya fasilitas dan kurangnya
kreatifitas guru menanggulangi kekurangan itu menimbulkan “gerutuan” dan
“omelan” cenderung menyalahkan “pemerintah” dan “kurikulum” bukan nya mencari
akal agar kekurangan itu terpenuhi sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Semua
orang mempunyai kemampuan lebih daripada yang difikirkan nya, sebab itu ada
pepatah yang mengatakan “Engkau adalah apa yang kau fikirkan” dan otak manusia
itu adalah “Raksasa Tidur” kita lah yang bertindak mau membangunkan “Raksasa”
itu atau terus menina bobok kannya.
Para
guru, mari sama-sama kita pecahkan masalah – masalah di kelas dengan diskusi,
dan meningkatkan wawasan melalui buku dan teknologi, usia tidak menjadi kendala
untuk terus meningkatkan diri, yang terpenting adalah KEMAUAN untuk berubah dan
belajar. ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar